Header Ads

Ketika hari raya "Lebaran" dipaksakan


Di era kecanggihan informasi seperti sekarang ini, membuat manusia sekarang tidak lagi puas seperti dahulu. Kalau dulu orang akan puas dengan kecantikan, karena yang di lihatnya cuma teman-teman sedesanya, sehingga pada waktu itu ada istilah kembang desa. Kalau dulu orang akan puas dengan suara merdunya karena yang didengar paling-paling suara orang sekecamatan dengannya, sehingga istilah meudrah (tanding tadarus antar meunasah) merupakan hal yang lazim ketika itu. Kalau dulu orang sudah puas dengan rumah, kenderaan, pakaian dan segala tetek-bengek pendukung kehidupan jaman dulu, karena perbandingannya cuma orang-orang di daerahnya. Dan masih banyak lagi kepuasan orang dulu. Tapi sekarang, orang sudah bisa melihat apa saja, di mana saja, dengan perantaraan televisi, majalah, internet dll. Sehingga perbandingan wajah cantik adalah sedunia, perbandingan suara merdu adalah sedunia.


Mau bangun rumah, lihat model nya di internet dll. Begitu pula dalam berhari raya, kalau dulu tak jadi permasalahan yang berarti bila terjadi perbedaan dalam berhari raya, karena memang kurang tahu di daerah mana yang berbeda, seandaipun tahu tidak pernah bisa mengkritik dalam waktu segera, karena segala kritikan mesti langsung dengan mulut, atau dengan surat. Tapi sekarang dengan cepat orang bisa mengetahui perbedaan tersebut, dan tidak akan puas kalau berbeda. Sehingga televisi dan internet adalah rujukan. Hujatan dan kritikan dengan cepat bisa di kirim melalui media sosial. Apalagi ada dialog langsung di televisi yang kadang-kadang si nara sumber seperti kurang mengerti permasalahan. Akhirnya ulama tidak lagi jadi rujukan, dan dengan gampang menghujat sang waratsatul ambiya. 
Sehingga terjadilah pemaksaan dalam berhari raya walaupun hilal tidak terlihat. Bahkan ormas yang salah mendapat pujian, seperti kata orang awam "sang ka butoi awak muhammadiyah". Mungkin beginilah maksud tanda kiamat di matikan ulama, ulama ada tapi rujukannya bukan kepada ulama. Oleh karena itu kadang-kadang para ulama pun terpaksa membuka kitab kembali untuk mencari pendapat yang bisa memuaskan orang awam, agar ulama tidak ditinggal oleh ummatnya.

 Akhirul kalam mari kita berdoa ALLAHUMMA ARINAL HAQQA HAQQA WARZUQNAT TIBA'AH, WA ARINAL BATHILA BATHILA WARZUQNAJ TINABAH. 

Ditulis oleh : Tgk Zulfahmi MR; staf pengajar di Dayah Raudhatul Ma'arif, Cot Trueng.

 

No comments

Silakan Berkomentar Atau Kasih Keritikan Dengan Sopan Dan Santun

Powered by Blogger.