Header Ads

Menyeret ‘Israel’ ke Mahkamah Internasional sebagai Penjahat Perang

Pusat Informasi Palestina - ‘Israel’ kembali berkelit dalam menolak tim investigasi PBB terkait kemungkinan kejahatan perangnya dalam agresi ke Gaza. ‘Israel’ beralasan, Dewan HAM PBB memberikan legalitas kepada organisasi-organisasi teroris seperti Hamas dan ISIS yang seharusnya juga diinvestigasi karena menggunakan warga sipil sebagai tameng.

Netenyahu mengklaim, laporan tim investigasi itu sudah disusun terlebih dulu. Ketua timnya sudah memutuskan bahwa Hamas bukan organisasi teroris sehingga tidak perlu melakukan investigasi sehingga seharusnya tim ini berkunjung ke Damaskus, Bagdad, dan Tripoli.

Pernyataan PM ‘Israel’ ini disampaikan setelah radio ‘Israel’ menyatakan, penasehat Negara ‘Israel’ Josep Shaver memutuskan untuk membuat tim investigasi internal ‘Israel’ sebagai langkah meringankan tekanan tim investigasi PBB nantinya. Sementara TV2 ‘Israel’ membuat headline news soal implikasi agresi ‘Israel’ ke Jalur Gaza dan pelanggaran kejahatan brutal terhadap rakyat Palestina dan pengaruh tim investigasi yang akan dibentuk baik suatu lembaga atau PBB di masa mendatang untuk memperkarakan ‘Israel’ ke pengadilan internasional.

Pengamat Palestina Hisyam Munawwar menilai ketakutan ‘Israel’ makin kuat karena akan muncul hasil laporan tim investigsi serupa dengan laporan Golstone yang investigasi perang di tahun 2008-2009. Kekhawatiran itu disampaikan oleh dosen di Universitas Bar Eilat dan pakar hukum internasional Prof. Avi Balle bahwa implikasi operasi militer ‘Israel’ dan kerugian yang akan diderita oleh ‘Israel’ setelah terbit resmi laporan tim investigasi HAM yang akan menuntut mengadili elit politik dan militer ‘Israel’ ke pengadilan internsional karena agresinya ke Gaza. Sanksi yang diterima ‘Israel’ bisa jadi dalam bentuk penyidikan terhadap elit 'Israel', terutama penentu kebijakan di negara Zionis itu. Kedua, terkait sanksi ekonomi atas 'Israel' dengan tudingan kejahatan perang atau kejahatan kemanusiaan dari lembaga pengadilan yang memiliki kewenangan internasional.

Ketakutan 'Israel' ini diungkap oleh Wall Stret Journal Amerika bahwa pemerintah AS menghentikan pengiriman kontener roket jenis Helber yang digunakan oleh pesawat tempur yang menurut rencana akan dikirim ke 'Israel'. Ini mengindikasikan adanya krisis baru dalam hubungan Amerika – 'Israel'. Majalah Amerika tersebut meminta agar Pentagon menyuplai 'Israel' dengan roket-roket tersebut langsung. Pentagon kemudian memberikannya tanpa sepengetahuan pemerintah Amerika dan kementerian luar negerinya. Pemerintah Amerika merasa resah dengan 'Israel' yang menggunakan misil roket altileri ketimbang peluru kendali di wilayah pemukiman yang padat penduduk.

Wall Stret menegaskan, para pejabat Amerika meyakini bahwa tindakan 'Israel' selama operasi militer ke Jalur Gaza terutama Netenyahu dan Menteri Pertahanannya adalah tindakan ngawur.

Perusahaan jasa pengiriman Amerika juga ikut melakukan tindakan sanksi tak resmi kepada 'Israel'. Rueters edisi bahasa Hebrew menegaskan, sejumlah perusahaan pengiriman di Amerika menolak mengirim paket dan surat ke 'Israel' karena situasi keamanan karena agresi 'Israel' ke Jalur Gaza.

Menurut pengamat politik Palestina di Aljazeera.net, Nabel Sahli, kemungkinan 'Israel' akan diseret ke pengadilan internasional sangat kuat. Sebab pembantaian itu dilakukan secara terencana oleh lembaga politik dan militer 'Israel' dan bukan sekadar reaksi 'Israel'. Ia bahkan sudah menjadi bagian dari ideologi dan logika Zionis 'Israel'. Sejumlah bukti yang menguatkan 'Israel' melakukan pembantaian yang melanggar HAM, membidik warga sipil, anak-anak, bangunan sekolah-sekolah UNRWA di Jalur Gaza.

Laporan baik internasional atau dari Palestina sendiri mengisyaratkan, militer 'Israel' menghancurkan total 5250 unit hunian selama bulan pertama agresi. Korban nyawa sementara mencapai 1842 warga Palestina, 400 di antaranya anak-anak, 207 wanita, 74 kakek dan nenek, korban luka mencapai 9320, 2744 di antaranya anak-anak, 1750 wanita, 343 kakek. Menteri pekerjaan umum dan kependudukan menegaskan bahwa sekitar 10 ribu keluarga kehilangan tempat tinggal mereka.

Kini warga Gaza yang mengungsi akibat agresi mencapai 254 ribu pengungsi, 113 kantor perwakilan lembaga bantuan mengalami kerusakan, 87 di antaranya milik UNRWA.

Bukan hanya menghancurkan perkampungan warga, 'Israel' juga menghalangi tim medis yang ingin menyelamatkan korban. Rumah sakit dan klinik menjadi sasaran. Sebanyak 44 pusat pelayanan kesehatan ditutup, 17 rumah sakit dirusak, 102 tim medis menjadi sasaran, 19 di antaranya terbunuh.

Negara Teroris

Kejahatan 'Israel' bukan saja terjadi di Jalur Gaza, namun terjadi di seluruh wilayah Palestina, bahkan warga Sinai Mesir dan warga Libanon, seperti di desa Qana di Libanon selatan pada April 1996, misalnya. Semuanya membuktikan bahwa 'Israel' adalah negara teroris sistematis.

Selama Intifadhah I saja telah gugur 2000 lebih warga Palestina, juga selama Intifadhah II (Al-Aqsha) gugur sebanyak lebih dari 5000 warga, ratusan anak-anak dan wanita serta melukai 40.000 warga Palestina lainnya.

Mungkin semua orang perlu ingat memo mantan PM 'Israel' Manachem Begin yang menegaskan bahwa lembaga-lembaga militer 'Israel' telah mengusir warga Arab Palestina dan merekalah yang mengorganisir operasi pembunuhan dan pengusiran.

Dalam catatannya, 'Israel' melakukan aksi pembantaian sebanyak 34 pembantaian; 24 di Galiel, 5 pembantaian di Palestina tengah, 5 pembantaian di wilayah Palestina selatan. Pada saat masih era penjajahan Inggris sebelum 1948, 'Israel' melakukan 17 aksi pembantaian dan dibiarkan oleh Inggris dan 17 pembantaian sesaat Inggris mengakhiri penjajahannya.

Pembantaian yang paling terkenal adalah; Deer Yasin (1948) , Thanthurah (1948), pembantaian desa Balad Syekh, Shafshaf, Ailuth, Arab Muwasi, dan terbesar adalah pembantaian Dawayimah di kota Hebron. Sayang aksi pembantaian itu sedikit diungkap media massa.

Pembantaian yang dilakukan 'Israel' yang dilakukan sebelum atau sesudah berdirinya 'Israel', terhadap warga sipil Palestina di Gaza, Tepi Barat , atau Al-Quds bukanlah akhir dari pembantaian itu. Ia adalah serial permanen dalam ideologi 'Israel' untuk menggiring paksa 'Israel' mengungsi ke luar negeri mereka dan mencapai target demografi dan strategi mereka.

Karena itu, menjadi kepastian adalah Palestina bergabung dengan organisasi dan piagam kesepakatan internasional, terutama Mahkamah Pidana Internasional. Tujuannya agar bisa menuntut dan mengkriminalkan 'Israel' atas kejahatannya setiap hari terhadap warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat. (Infopalestina.com/at)

No comments

Silakan Berkomentar Atau Kasih Keritikan Dengan Sopan Dan Santun

Powered by Blogger.